Sabtu, 06 September 2014

Persaingan Sunni dan Syiah Seandainya Nabi Muhammad sebelum wafat tahun 632 menentukan penggantinya, mungkin semua itu tidak akan terjadi. Tetapi karena penerusnya tidak ada, kelompok Islam yang masih muda itu terpecah-belah sekitar 30 tahun setelah Muhammad wafat. Sebagian besar menggabungkan diri dalam kelompok yang disebut Sunni. Kelompok kedua terdiri dari pendukung Ali bin Abi Talib, saudara sepupu dan menantu Mohammad. Kelompok itu disebut "Shi'at Ali", atau pengikut Ali, yang berkembang menjadi Islam Syiah. Hingga sekarang, kaum Syiah adalah kelompok minoritas, yang anggotanya sekitar 10-15% dari seluruhnya 1,6 milyar warga Muslim di dunia. Tahun 632 yang jadi masalah terutama soal politik perorangan. Sengketa berpangkal pada pertanyaan, bagaimana cara tepat menentukan pengganti Muhammad SAW. Demikian dikatakan pakar Islam Lutz Berger dari Universitas Kiel, dan menambahkan, "Awalnya adalah konflik politik mengenai pengganti dan kepentingan kelompok. Konflik politik itu kemudian dijadikan masalah agama." An Iraqi Sunni Muslim reads the holy Islamic book al- Quran before the Friday noon prayer at Umm al-Qura Mosque, the headquarters of the Association of Muslims Scholars in Iraq, on the eve of the referendum for the new constitution in Iraq, Baghdad on Friday 14 October 2005. Dalam pertikaian soal penerus Muhammad yang sah, awalnya disetujui melalui suara mayoritas adanya empat kalifah. Tahun 660, dinasti Umayah mengambil alih kekuasaan. Dalam pemilihan kalifah, bagi mayoritas pemeluk agama Islam yang penting adalah, mereka berasal dari suku Quraish, seperti halnya Muhammad. Sedangkan pendukung Ali berpendapat, pengganti harus berasal dari keluarga Muhammad. Itu dilandasi argumentasi, Tuhanlah yang menentukan Ali sebagai pengganti, dan Muhammad telah menetapkannya secara tertulis sebelum meninggal. Menurut keyakinan Syiah, Kelompok Sunni kemudian menghapus aturan tersebut dari Al Quran. Dengan demikian, timbul tuduhan pemalsuan Al Quran oleh kelompok Sunni. Menurut pakar Islam Lutz Berger, Ali yang ambisius tidak bersedia menerima, jika dirinya tidak menjadi penerus Muhammad SAW. Akhirnya tahun 656 ia dipilih menjadi kalifah keempat dan terakhir. Kekuasaannya hanya berlangsung lima tahun. Ali kemudian jadi korban pembunuhan. Di daerah pusat kekuasaan Islam yang baru terbentuk, yaitu Damaskus, dinasti Umayah berkuasa. Sedangkan pendukung Ali menguasai provinsi-provinsi di sekitarnya, yang sekarang menjadi wilayah Irak. Tahun 680 putra termuda Ali, Hussein dipilih menjadi kalifah untuk menandingi kalifah-kalifah lainnya. Tapi di tahun yang sama ia dibunuh atas perintah keluarga Umayah, kemudian dimakamkan di Kerbela, yang sekarang termasuk Irak. Pembunuhan itu menjadi tonggak perpecahan antara Sunni dan Syiah. Peristiwa itu juga menjadi landasan tradisi martir yang menjadi ciri khas Syiah. Awal Permusuhan. "Kelompok Syiah dalam sejarah bisa dibilang jadi pihak yang kalah," demikian Berger. Ali dan penggantinya tidak berhasil mendapat dukungan besar dalam masyarakat Islam. Oleh sebab itu kaum Syiah memiliki pandangan yang cenderung negatif menyangkut dunia. Pandangan itu didasari konsep penderitaan dan harapan keselamatan. Menurut pandangan Syiah, pemimpin agama, para imam, dipilih Tuhan. Di akhir jaman nanti, seorang penyelamat akan datang, dan mendirikan kerajaan Tuhan yang penuh keadilan. Kepercayaan kepada imam adalah salah satu perbedaan utama dengan Islam Sunni. Bagi penganut Islam Syiah, imam adalah perantara antara Tuhan dan umat. Karena hanya imam yang mengenal makna-makna yang tersirat dalam Al Quran. Mereka juga bertugas menyampaikan isi Al Quran kepada umat. Kaum Syiah percaya, ajaran imam tidak mungkin salah. Perkataannya memiliki kekuatan sama seperti ayat Al Quran. Bagi banyak penganut Islam Sunni, sikap itu sudah seperti menentang ajaran agama. "Warga Syiah dituduh sudah menyembah manusia. Maksudnya dalam diri Ali, menantu dan pengganti Muhammad, mereka melihat sosok yang lebih tinggi daripada manusia lainnya, sehingga sudah berbeda dari prinsip dasar agama Islam, bahwa hanya ada satu Tuhan, dan manusia tidak boleh disembah." Dampak Panjang. Ketika Syiah melihat dirinya sebagai pihak yang kalah, "kaum Sunni justru sejak awal merasa sukses. Mereka berhasil mengintegrasikan tokoh Ali dalam pandangan sejarah mereka," dijelaskan pakar Islam Berger. Mereka tidak membesar-besarkan konflik di masa awal Islam, dan menganggap tuntutan kekuasaan dari kaum Syiah sebagai tindakan mengganggu. Walaupun Syiah dan Sunni mendefinisikan diri lewat sikap yang saling menolak, Berger menerangkan, dalam sejarah juga dapat ditemukan fase, di mana kedua kelompok hidup berdampingan dengan damai. Kebanyakan konflik politik yang saat ini berkecamuk di dunia Islam berlatar belakang agama, dan sebagian menunjukkan konflik yang sudah ada sejak dulu antara Sunni dan Syiah. Contohnya banyak, misalnya perang saudara di Suriah atau Irak, atau konflik lama antara Arab Saudi, yang Sunni, dan Iran, di mana Syiah menjadi agama nasional. Di seluruh dunia ada sekitar 1,6 milyar warga Muslim. 85-90% menganut Islam Sunni. Jumlah penganut Syiah tidak diketahui dengan pasti, karena di banyak negara tidak ada sensus yang mencatat agama warganya. Selain itu, kaum Syiah yang tinggal di wilayah-wilayah yang mayoritas penduduknya non Syiah, tidak selalu mengungkap keyakinan mereka. Negara-negara di Afrika Utara hingga gurun pasir Sahara sebagian besar atau seluruh warganya menganut Islam Sunni. Demikian halnya dengan Arab Saudi, Indonesia dan Bangladesh. Mayoritas rakyat Suriah dan wilayah otonomi Palestina juga Sunni. Iran menjadi satu-satunya negara, di mana Syiah jadi agama negara. Di Irak dan Bahrein mayoritas penduduknya beragama Islam Syiah. Kaum Syiah yang jumlahnya cukup banyak juga ada di Afghanistan, Kuwait, Pakistan dan Suriah. Sabine Hartert-Mojdehi / Marjory Linardy
"Dasar-dasar Penalaran Logis" serta "Prinsip Dasar dan Sesatpikir" mengenai, sebagai berikut: 1. Ide 2. Konsep dan term 3. Macam-macam term 4. Prinsip penalaran 5. Sesatpikir Ide "IDE" atau GAGASAN seringkali dipersepsikan sama dengan "konsep". Padahal, secara etimologis keduanya berbeda artinya. Meskipun, di dalam MODUL, dikatakan bahwa "ide dan konsep dalam logika adalah sama artinya". Sebab itu, saya perlu membedakan keduanya untuk menjelaskan adanya Tuhan, manusia dan alam semesta. Rene Descartes mengatakan bahwa "ide adalah model pikiran" (Ensiklopedia Filsafat Stanford). Ide dipahami sebagai cara yang dianggap (atau contoh dari pikiran atau manifestasi pikiran). Jika dijelaskan bahwa esensi atau sifat pikiran adalah berpikir, maka ide adalah cara berpikir yang mewakili obyek untuk pikiran. Secara praksis, Descartes membagi ide menjadi tiga: ide bawaan (innate idea), ide adventif (adventitious idea), dan ide tiruan (factitious idea). Pembagian itu menjelaskan adanya Tuhan, manusia dan alam semesta. Ide bawaan (tak terbatas) adalah gagasan Tuhan, ide adventif (terbatas pada pikiran) adalah gagasan manusia, dan ide tiruan adalah gagasan (terbatas pada tubuh) adalah alam semesta. Ide adventif tergantung pada ide bawaan. Ide adventif adalah apa yang direnungkan oleh pikiran. Ide tiruan adalah ide independen, hal-hal yang ada eksternal dari pikiran. Karena itu, ide sebagai obyek perwakilan dari pikiran. Tentunya, sebagai model atau bentuk pikiran, ide berbeda dengan konsep. Konsep dan Term Definisi "KONSEP" atau PENGERTIAN adalah "hasil tangkapan akal manusia mengenai sesuatu obyek, baik material maupun non-material" (Bakry: 2012: 2.3). Lebih sederhana, konsep adalah "hasil kegiatan akal budi (pikiran) manusia" (Hayon, 2001: 29). Hasil pikiran manusia berupa "gambaran" atau "lukisan" yang bersifat abstrak dan umum, tidak menunjuk kepada obyek dalam waktu, tempat dan ciri-ciri tertentu. Misal, konsep kucing yang hakikatnya bersifat abstrak dan umum, bukan hanya kucing di toko, di rumah, atau di restoran. Karena itu, konsep atau pengertian secara terminologis adalah "gambaran abstrak dan umum yang dibentuk dan dimiliki oleh pikiran tentang hakikat obyek" (Hayon, 30). Maka, dapat dipahami perbedaan antara ide dan konsep. Jika konsep merupakan hasil pikiran, maka ide adalah bentuk pikiran. Untuk mengungkapkan konsep itu secara lahiriah disebut "TERM". Term terdiri dari "kata". Jika terdiri dari satu kata disebut term sederhana, dan jika terdiri dari lebih dari satu kata disebut term kompleks. Contohnya, baju (term sederhana) dan kampus terpadu (term kompleks). Macam-macam Term Term dapat dipahami dari pengertian sebuah kata, yang terdiri dari: KONOTASI dan DENOTASI. Konotasi menjelaskan tentang "isi pengertian" dari kata. Misalnya, kutu buku adalah orang yang tekun membaca buku. Sedang, denotasi menjelaskan "luas pengertian" dari kata. Misalnya, kutu buku adalah binatang kutu yang berasal dan hidup berkembang di dalam buku. Denotasi berkaitan dengan himpunan, sebab menunjukkan adanya satu kesatuan. Kutu buku adalah satu kesatuan kata yang memiliki pengertian. Hubungan konotasi dan denotasi berbentuk berbalikan, jika yang satu bertambah, maka yang lain akan berkurang. Sebab itu, ada empat kemungkinan hubungan antara keduanya. Selain itu, berkaitan dengan cara berada dan cara menerangkannya, term dibedakan menjadi empat macam kemungkinan. Yaitu, (1) term berdasarkan konotasi, (2) term berdasarkan denotasi, (3) term berdasarkan predikamen dan (4) term berdasarkan predikabel. Prinsip Penalaran Setelah memahami ide, konsep dan term sebagai dasar-dasar penalaran logis, logika dapat dipahami secara definitif adalah "sistem penalaran tentang penyimpulan yang sah". Sebagai sistem penalaran, logika tentunya memiliki kaidah-kaidah (hukum) yang harus dipatuhi dan diakui sebagai legitimasi dan komitmen berpikir. Kaidah yang diakui atau paling dasar disebut "prinsip penalaran". Kepatuhan dan pengakuan prinsip penalaran didasarkan pada "prinsip dasar", yakni suatu pernyataan yang mengandung kebenaran universal. Menurut Aristoteles, ada tiga prinsip dasar penalaran dan ditambah satu prinsip dasar oleh Leibniz, sehingga ada empat prinsip dasar penalaran. Yakni, (1) prinsip identitas, (2) prinsip nonkontradiksi, (3) prinsip eksklusi tertuii dan (4) prinsip cukup alasan. Sesatpikir Kekeliruan terhadap prinsip dasar penalaran di atas dikatakan SESATPIKIR, yang menghasilkan “kesimpulan yang tidak sah.” Menurut Irving M. Copi, sesatpikir dibedakan menjadi dua: sesatpikir formal dan sesatpikir informal. Sesatpikir formal terbagi dua: sesatpikir pertalian dan sesatpikir kemaknagandaan. Lalu, para ahli logika mengembangkannya menjadi tiga macam: sesatpikir FORMAL, sesatpikir VERBAL, dan sesatpikir MATERIAL. Sesatpikir formal disebabkan oleh kekeliruan penalaran terhadap bentuknya. Sesatpikir verbal disebabkan oleh kekeliruan penalaran terhadap kata-katanya (pertalian dengan penggunaan yang salah atau kemaknagandaan kata). Sesatpikir material disebabkan oleh kekeliruan penalaran terhadap isinya. Demikian itu, dasar-dasar penalaran logis tentang ide, konsep dan term. Praksisnya tampak pada prinsip dasar dari logika sebagai sistem penalaran tentang penyimpulan yang sah. Singkatnya, jika keliru prinsip dasar penalarannya, maka terjadi sesatpikir.
Perencanaan Pesan dan Media Dari beberapa jenis media yang tersedia yang mempunyai kemampuan yang berbeda-beda, fokus pembahasan ditekankan kepada bagaimana memanfaatkan media untuk mendukungtujuan komunikasi. Secara umum, media komunikasi membantu dalam hal menambah minat, variasi, dan dampak serta pesan yang disajikan cenderung lebih lama dalam memori khalayak. Pembahasan pertama difokuskan pada bagaimana mengunakan media dalam komunikasi kelompok/presentasi. Ada beberapa faktor yang mendukung keberhasilan komunikasi bermedia atau multi media menurut Kemp : Meningkatkan pengertianatau pemahaman terhadap suatu topik Meningkatkan daya tarik bagi khalayak Mengajarkan keahlian lebih efektif Merangsang khalayak untuk bertindak berperan dalam menumbuhkan sikap yang diinginkan terhadap materi yang dibicarakan Memperpanjang waktu penyimpanan informasi Memberikan perolehan pengalaman yang tidak mudah melalui berbagai cara Beberapa media yang digunakan dalam komunikasi kelompok/presentasi, adalah media proyeksi, rekaman video, piringan video, telepromter, video graphic dan video wall. Selanjutnya akan dibahas tentang perspektif penggunaan media yaitu cara pandang para perencana komunikasi terhadap media yang akan digunakan sebagai saluran.
Mahasiswi FH UI minta MK legalkan pernikahan beda agama. Dua alumnus dan seorang mahasiswi Fakultas Hukum Universitas Indonesia meminta Mahkamah Konstitusi melegalkan pernikahan beda agama. Agata Yuvens, Anbar Jayadi, dan Lutfi Saputra adalah pemohon dari pengujian Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan terhadap UUD 1945. Damian berargumen bahwa Pasal 2 ayat 1 UU Perkawinan yang secara implisit melarang pernikahan beda agama, seharusnya dinyatakan tidak memiliki kekuatan hukum yang mengikat. Sebagaimana diketahui, UU Perkawinan menentukan bahwa sahnya sebuah perkawinan apabila dilakukan berdasarkan hukum masing-masing agamanya. Pasal 2 ayat (1) UU Perkawinan selengkapnya menyatakan bahwa: "Perkawinan adalah sah, apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agamanya dan kepercayaannya itu." Damian Yuvens menyatakan pasal tersebut menghalangi perkawinan antar warga negara dengan hambatan yang secara internasional sudah dilarang, yaitu agama dan ras. "Pasal tersebut dianggap dapat menimbulkan pemaksaan untuk menaati peraturan suatu agama tertentu dalam persoalan perkawinan, padahal kebebasan beragama dan perkawinan adalah salah satu hak asasi yang paling esensial," kata Damian seperti dikutip dalam website MK, Kamis (4/9). Pemohon lain, Anbar Jayadi, mengatakan berlakunya pasal tersebut juga dinilai telah menimbulkan hal-hal negatif sebagai cara untuk menghindari aturan tersebut. "Mengesampingkan, hukum nasional dilakukan dengan melangsungkan perkawinan di luar negeri dan dengan melakukan perkawinan secara adat," tukas Anbar di hadapan Panel Hakim yang dipimpin oleh Hakim Konstitusi Wahiduddin Adams. "Sedangkan mengesampingkan peraturan agama, telah dilakukan dengan cara menaati dengan paksa aturan agama dari salah satu pasangan atau bahkan berpindah agama sesaat sebelum melangsungkan perkawinan," tambahnya. Dia juga menyatakan berlakunya pasal tersebut bukannya menyelesaikan masalah perkawinan beda agama, tetapi malah menimbulkan masalah baru. Alih-alih memberi kejelasan mengenai diperbolehkan atau tidaknya perkawinan beda agama, pasal tersebut malah menyerahkan kembali persoalan pada masing-masing individu. Ketentuan demikian oleh Pemohon dianggap tidak memenuhi syarat norma hukum bagi berlakunya suatu undang-undang.

Senin, 01 September 2014

Politik
Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Bagian dari seri artikel tentang
Politik


Politik (dari bahasa Yunani: politikos, yang berarti dari, untuk, atau yang berkaitan dengan warga negara), adalah proses pembentukan dan pembagian kekuasaan dalam masyarakat yang antara lain berwujud proses pembuatan keputusan, khususnya dalam negara.[1] Pengertian ini merupakan upaya penggabungan antara berbagai definisi yang berbeda mengenai hakikat politik yang dikenal dalam ilmu politik.

Politik adalah seni dan ilmu untuk meraih kekuasaan secara konstitusional maupun nonkonstitusional.

Di samping itu politik juga dapat ditilik dari sudut pandang berbeda, yaitu antara lain:

politik adalah usaha yang ditempuh warga negara untuk mewujudkan kebaikan bersama (teori klasik Aristoteles)
politik adalah hal yang berkaitan dengan penyelenggaraan pemerintahan dan negara
politik merupakan kegiatan yang diarahkan untuk mendapatkan dan mempertahankan kekuasaan di masyarakat
politik adalah segala sesuatu tentang proses perumusan dan pelaksanaan kebijakan publik.
Dalam konteks memahami politik perlu dipahami beberapa kunci, antara lain: kekuasaan politik, legitimasi, sistem politik, perilaku politik, partisipasi politik, proses politik, dan juga tidak kalah pentingnya untuk mengetahui seluk beluk tentang partai politik.
Politik Indonesia
Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Artikel ini adalah bagian dari seri:
Politik dan pemerintahan
Indonesia
Pancasila
UUD 1945


 Portal politik

Indonesia adalah sebuah negara hukum yang berbentuk kesatuan dengan pemerintahan berbentuk republik dan sistem pemerintahan presidensial dengan sifat parlementer. Indonesia tidak menganut sistem pemisahan kekuasaan melainkan pembagian kekuasaan. Walaupun ± 90% penduduknya beragama Islam, Indonesia bukanlah sebuah negara Islam.

Cabang eksekutif dipimpin oleh seorang presiden yang merupakan kepala negara sekaligus kepala pemerintahan yang dibantu oleh seorang wakil presiden yang kedudukannya sebagai pembantu presiden di atas para menteri yang juga pengawas presiden. Kekuasaan legislatif dibagi di antara dua kamar di dalam Majelis Permusyawaratan Rakyat/MPR yaitu Dewan Perwakilan Rakyat/DPR dan Dewan Perwakilan Daerah/DPD. Cabang yudikatif terdiri dari Mahkamah Agung/MA yang dan sebuah Mahkamah Konstitusi/MK yang secara bersama-sama memegang kekuasaan kehakiman. Kekuasaan Inspektif dikendalikan oleh Badan Pemeriksa Keuangan yang memiliki perwakilan di setiap provinsi dan kabupaten/kota di seluruh wilayah Republik Indonesia.

Indonesia terdiri dari 33 provinsi yang memiliki otonomi, 5 di antaranya memiliki status otonomi yang berbeda, terdiri dari 3 Daerah Otonomi Khusus yaitu Aceh, Papua, dan Papua Barat; 1 Daerah Istimewa yaitu Yogyakarta; dan 1 Daerah Khusus Ibu kota yaitu Jakarta. Setiap provinsi dibagi-bagi lagi menjadi kota/kabupaten dan setiap kota/kabupaten dibagi-bagi lagi menjadi kecamatan/distrik kemudian dibagi lagi menjadi keluarahan/desa/nagari hingga terakhir adalah rukun tetangga.

Pemilihan Umum diselenggarakan setiap 5 tahun untuk memilih anggota DPR, anggota DPD, dan anggota DPRD yang disebut pemilihan umum legislatif (Pileg) dan untuk memilih Presiden dan Wakil Presiden atau yang disebut pemilihan umum presiden (Pilpres). Pemilihan Umum di Indonesia menganut sistem multipartai.

Ada perbedaan yang besar antara sistem politik Indonesia dan negara demokratis lainnya di dunia. Di antaranya adalah adanya Majelis Permusyawaratan Rakyat yang merupakan ciri khas dari kearifan lokal Indonesia, Mahkamah Konstitusi yang juga berwenang mengadili sengketa hasil pemilihan umum, bentuk negara kesatuan yang menerapkan prinsip-prinsip federalisme seperti adanya Dewan Perwakilan Daerah, dan sistem multipartai berbatas di mana setiap partai yang mengikuti pemilihan umum harus memenuhi ambang batas 2.5% untuk dapat menempatkan anggotanya di Dewan Perwakilan Rakyat maupun di Dewan Perwakilan Rakyat Daerah/DPRD Kabupaten/Kota.